Dalam dunia perpajakan, Pajak Penghasilan atau PPh adalah salah satu aspek vital yang harus dikelola dengan baik oleh setiap individu maupun badan usaha. Seringkali, wajib pajak dihadapkan dengan pilihan antara menggunakan mekanisme PPh Final atau Non-Final. Pemahaman yang baik tentang kedua mekanisme ini sangat penting untuk menentukan strategi perpajakan yang optimal demi menjaga profitabilitas usaha.
PPh Final adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan tertentu dan bersifat final, artinya setelah pajak ini dibayarkan, penghasilan tersebut tidak perlu diperhitungkan kembali dalam SPT Tahunan PPh. Sebagai contoh, penghasilan dari sewa tanah atau bangunan dikenakan PPh Final dengan tarif tertentu, dan ketika dibayarkan, kewajiban perpajakan atas penghasilan tersebut dianggap selesai.
Sebaliknya, PPh Non-Final adalah pajak yang dihitung berdasarkan akumulasi penghasilan selama satu tahun fiskal, dan wajib dilaporkan serta dihitung kembali dalam SPT Tahunan. Tidak bersifat final berarti masih terdapat potensi penyesuaian ketika melaporkan pajak akhir tahun yang dapat mempengaruhi arus kas bisnis.
Dari segi perhitungan, masing-masing jenis PPh ini mempengaruhi laba bersih perusahaan secara berbeda. Dengan PPh Final, aliran kas menjadi lebih stabil karena tanggungan pajak telah diselesaikan lebih awal. Berbeda halnya dengan PPh Non-Final yang memerlukan manajemen likuiditas lebih ketat sebab nilai pajaknya fluktuatif mengikuti penghasilan kotor yang diperoleh selama tahun berjalan.
Salah satu simulasi perhitungan dapat kita lihat pada ilustrasi berikut: Sebuah usaha penyewaan ruko dengan penghasilan bulanan Rp10 juta, yang dikenakan tarif PPh Final 10%. Pajaknya adalah Rp1 juta yang harus dibayar bulanannya. Sebaliknya, jika menggunakan mekanisme Non-Final, maka pada akhir tahun, total penghasilan kotor Rp120 juta akan dikenakan pajak penghasilan setelah dikurangi berbagai biaya-biaya yang diizinkan oleh regulasi perpajakan.
Pemilihan antara PPh Final dan Non-Final tentu tergantung pada model bisnis, cash flow, dan strategi keuangan perusahaan. Jika prioritas adalah stabilitas dan kesederhanaan pengelolaan arus kas, maka PPh Final mungkin lebih sesuai. Namun, jika perusahaan memiliki potensi banyak pengurang atau pengurangan biaya yang dapat diakui dalam pajak, PPh Non-Final bisa memberikan keuntungan dalam penghematan pajak yang lebih besar.
Secara keseluruhan, keputusan untuk menerapkan mekanisme PPh harus diambil berdasarkan analisis yang matang atas kondisi keuangan dan strategi jangka panjang perusahaan. Dengan pemahaman mendalam tentang implikasi PPh Final dan Non-Final terhadap laba bersih, para pengusaha dapat membuat keputusan yang lebih terinformasi untuk memaksimalkan keuntungan perusahaan mereka.
